HAJJ EXPERIENCES by NAWAL || 10 AGUSTUS 2019


Assalamu alaikum,

Tidak terasa sudah memasuki 'musim haji', berbondong menuju ke tanah suci tidak terkecuali muslim Indonesia. Jadi kali ini saya mau berbagi banyak cerita dan pengalaman saya semasa melaksanakan haji. Saya tidak tau akan sampai mana berakhirnya tulisan ini. Let the story flow

Kata mama, saya lahir di akhir tahun 2000 yang mana saat itu adalah H-7 hari pelaksanaan wukuf Arafah. Jadi saat usia saya satu minggu, saya sudah dibawa untuk berhaji yakni melewati serangkaian kegiatan haji. Alhamdulillah kami selalu melaksanakan haji hampir setiap tahun, hanya terhitung 2 atau 3 kali absen hingga 2016 lalu.

 "Haji Koboi dong?" Saya kurang setuju dengan sebutan itu, Konotasi negatif seakan melekat pada sebutan itu, haji backpacker dan haji koboi dinilai illegal, melanggar aturan dan semaunya. Karena sejauh yang saya tahu dan alami, kami berhaji insyaAllah sesuai aturan yang ditentukan pemerintah, yakni menggunakan Tasreh (surat izin berhaji/permit) dan patuh terhadap aturan lainnya. Anyway, saya suka bingung cara menjawab pertanyaan macam ini,

"jadi Nawal sudah berhaji ya, dipanggil Hajjah Nawal ga nih?"

"Sudah haji berapa kali?"

"Haji boleh lebih dari 1 kali?"

"Kalau sudah tinggal di mekkah, berangkat hajinya kemana?"

Setahu saya, haji itu adalah bentuk ibadah yang wajib bagi seorang muslim paling tidak satu kali dalam hidupnya. Jadi kalau melaksanakan haji berkali-kali karena mampu, (tidak selalu berarti kemampuan finansial tapi mampu secara fisik dan lain sebagainya) tidak ada larangan. Hanya saja jatuhnya bukan wajib lagi melainkan sunnah.

Bagaimana dengan orang yang sudah pernah berhaji di Indonesia dilarang untuk berangkat kembali? kembali lagi, setahu saya anjuran itu adalah dengan tujuan agar meringankan antrian keberangkatan haji ini. Karena jumlah orang yang belum berhaji dan ingin untuk bisa berhaji tidak sedikit. Sedangkan kapasitas yang disediakan pemerintah Saudi Arabia terbatas. Jadi menurut saya itu bukan larangan melainkan anjuran dan kesadaran kita saja agar orang yang belum berangkat bisa segera berangkat. Merata dan adil gituloh maksudnya, hehe.

Nah disini konteksnya adalah, qadarullah saya dan keluarga bermukim di kota Mekkah. Karena sudah diberi kemudahan dari segi sarana prasarana kenapa menyia-nyiakan kesempatan? Jadi berhaji bagi saya ketika kecil dulu merupakan ajang tahunan, semacam 'rekreasi reliji' yang setiap tahunnya memiliki beragam cerita serta pengalaman baru. Bisa dibilang saya sudah cukup akrab dengan serba-serbi haji mulai dari wukuf arafah, mabit di muzdalifah, mabit di mina dan lempar jumrah. Alhamdulillah.

Masih berkenan membaca cerita saya yang lebih mirip esai ini? Hahaha
Btw tidak ada maksud lain kecuali untuk berbagi pengalaman, siapa tau ada yang bertanya-tanya selama ini kan?

Oke, kita loncat ke cerita haji versi saya dan keluarga ya.

So, kebiasaan tahunan sebelum haji dimulai dari menyiapkan pakaian berhaji. Kami sudah memiliki pakaian putih lengkap di dalam lemari yang akan dikeluarkan setiap hendak melaksanakan umrah dan haji. Pakaian saya dan mama meliputi bawahan dan atasan putih seperti baju kurung, legging putih, (untuk dalaman) jilbab putih besar atau khimar, ciput kerudung, dan kaos kaki panjang. Sedangkan baba dan dua saudara laki-laki saya memakai 2 kain ihram masing-masing, tas pinggang haji atau waist bag serta menggunakan sabuk hijau betawi. Kira-kira begini gambaran umumnya:


Ket: sabuk hijau betawi

Terkhusus untuk perempuan, saya dan mama biasanya masih melapisi pakaian kami dengan abaya hitam untuk menjadi luaran.

Lalu apa saja perlengkapan yang kami persiapkan?

1. Alqur'an dan buku panduan
Alqur'an dan buku panduan & kumpulan doa adalah yang utama. Karena inti dari ibadah haji adalah wukuf, yang mana sebenarnya adalah untuk kita berdoa, berzikir dan merenungkan diri.

2. Makanan
Mama biasanya selalu menyiapkan snack atau semacam ciki untuk bekal kurang lebih sejak H-5, karena sudah bukan rahasia lagi pada detik-detik pelaksanaan haji biasanya stok makanan seperti ini menipis di toko-toko dekat rumah. Karena kami bukan jemaah haji yang makan dan minumnya disiapkan, maka untuk membawa bekal sendiri is a must. Untuk jaga-jaga. Kemudian apa lagi?

3. Karpet/ tikar lipat
Karpet lipat jangan pernah terlewatkan. Apapun yang dapat dijadikan alas, sajadah, selimut tebal ataupun ambal. Sebatas alas yang nyaman untuk duduk sepanjang menunggu waktu wukuf.

Apa saja yang kami lakukan selama berhaji?

Biasanya pada pagi hari tanggal 9 Dzulhijjah kami bertolak dari rumah. Dengan mandi ihram sebelumnya kemudian membaca niat ihram serta niat haji. Di jalan raya kami sesama WNI yang bermukim di kota mekkah berkumpul di suatu tempat menunggu bus yang akan kami tumpangi, bus yang dilengkapi dengan Tasreh  dan memenuhi kualifikasi tentunya.

Sebenarnya perjalanan antara tempat tinggal kami dengan wilayah Arafah tidak memakan waktu lama. Namun karena harus menembus kemacetan yang luar biasa, dapat menghabiskan waktu hingga 3 jam lebih. Sembari menunggu kemacetan jemaah terus bertalbiyah. Sesampainya di padang Arafah yang terik, bus akan tinggal di parkiran khusus. Dan kami akan berjalan menuju area yang nyaman untuk berteduh. Menggelar tikar lalu duduk dan beristirahat. Sembari menunggu masuk waktu dzuhur a.k.a wukuf. Oh iya, selama di Arafah shalat yang berjumlah 4 rakaat akan di Jamak dan Qashar menjadi 2 rakaat.

Kami menikmati pemandangan dan keramaian. Berbagai bangsa yang berbeda disatukan dalam balutan putih ihram yang sama. SubhanAllah.

Tidak ada tempat persis dan khusus untuk berwukuf, selama tidak melewati area Arafah dianggap sah. Namun kami biasanya selalu bertempat di area dekat masjid Namirah.

Kemudian, seusai melakukan perenungan diri yang cukup lama kami menyempatkan untuk tidur siang, menyiapkan energi untuk perjalanan panjang yang akan kami tempuh. Kami mulai bergerak berjalan saat matahari nampak hendak terbenam. Berjalan kaki menyusuri jalan berpasir menuju muzdalifah. Sebenarnya ada alternatif lain yaitu menggunakan bus untuk menuju Muzdalifah lebih awal. Juga terdapat kereta listrik yang memang dikhususkan beroperasi pada masa haji. Beberapa kali kami menggunakan bus namun juga pada tahun-tahun lainnya kami merasakan berjalan kaki belasan kilometer. Sering kali kaki melepuh hingga berair dikeesokan harinya yang bertahan hingga selesai prosesi haji. Alhamdulillah.

Sesampainya di Muzdalifah kami kembali menggelar tikar untuk beristirahat, kali ini kami akan melaksanakan mabit hingga pukul 1 malam, mengumpulkan batu sejumlah yang dibutuhkan untuk lempar jumrah yaitu sebanyak 49 butir perorang, sebelum kembali bergerak menuju Mina sejauh kurang lebih 5 km untuk sampai di Jamarat tempat lempar jumrah (lempar batu). 5 km terdengar tak seberapa namun dengan berjalan kaki ditengah gurun yang berhawa panas ini tidak pernah terasa mudah.

Selama perjalanan menuju Mina, kami akan melewati sebuah jalur yang dibuat seperti terowongan untuk pejalan kaki guna menertibkan jemaah.

Satu fakta yang perlu diketahui, saat memasuki 'terowongan' ini seluruh jemaah melewati pengecekan barang oleh petugas keamanan, barang-barang bawaan yang tidak diperbolehkan akan di ambil paksa oleh petugas. Barang seperti kemah, kompor, dll.

Loh kenapa? Karena masih ada saja jemaah yang nekat membawa kompor untuk memasak dan berjualan di Mina, yang mana larangan ini jelas tertera pada spanduk yang ditempelkan di dinding-dinding area Arafah-Muzdalidfah-Mina sebagai peringatan.

Petugas keamanan juga sangat memperhatikan gerak-gerik jemaah selama berada dalam terowongan, seperti melarang jemaah untuk duduk atau beristirahat sembarangan di tepi trotoar yang tersedia di sana. Karena dikhawatirkan jika semakin banyak jemaah yang dibiarkan duduk akan menghalagi pejalan kaki yang lain dan akan menciptakan kemacetan atau berdesakan. Jadi kalau menurut saya pribadi, kami seperti di gembleng untuk terus berjalan tanpa henti. Fasilitas yang tersedia di terowongan ini diantaranya tempat air minum, toilet umum yang tersedia di setiap 3-5 meter.

Terowongan ini berakhir tepat di area Mina, jadi ketika kita sudah sampai di ujung terowongan artinya jarak kita sudah sangat dekat dengan tempat melempar jumrah. Pada tanggal 10 Dzulhijjah hanya perlu menyiapkan 7 butir batu untuk melempar jumratul 'Aqabah.

Estimasi waktu selesai rangkaian haji hingga lempar jumrah yang pertama yaitu pukul 4-5 subuh di hari 10 Dzulhijjah.

Tanggal 10 Dzulhijjah sore hari kami bertolak menuju Mina lagi untuk mabit, tidak ada jadwal lempar jumrah untuk hari itu. Di hari berikutnya, yakni 11 Dzulhijjah kami kembali bermalam (mabit) di Mina serta lempar jumrah untuk ketiganya. Maka batu yang diperlukan adalah 21 butir/orang. Keesokan harinya pertanggal 12 Dzulhijjah, khusus bagi jemaah yang mengambil Nafar Awal akan melakukan lempar jumrah untuk yang terakhir kali yakni juga memerlukan 21 butir/orang.

Apa itu Nafar Awal?

Nafar awal adalah keberangkatan jamaah haji meninggalkan Mina lebih awal, paling lambat sebelum terbenam matahari tanggal 12 Dzulhijjah. Sedangkan Nafar Tsani (Nafar Akhir) : adalah keberangkatan jamaah haji meninggalkan Mina pada tanggal 13 Dulhijjah setelah melontar Jumroh Ula, Wustha dan 'Aqabah.

Biasanya kami selalu mengambil Nafar Tsani karena terlalu berat untuk melaksanakn tawaf haji lagi jika mengambil Nafar awal, terlebih bagi orangtua kami yang harus membawa kami yang masih anak-anak kala itu. Namun beberapa tahun belakangan ini kami memilih untuk Mengambil Nafar Awal.



Oh iya out of topic, bagi teman-teman yang juga melaksanakan haji pasti pernah tau atau bahkan pernah berkumpul di 2 gerai Al-baik di area Mina ini. Al-baik Mina menjadi salah satu tempat yang sangat iconic bagi kami. Kemudian toko swalayan Bindawood, dan gerai makanan lainnya yg tersedia disana. 

Ayyam zaamaaan :')

Beragam cerita dari setiap kali haji, yg sekarang sebatas cerita tanpa habis yg selalu kami ulang untuk kembali merasakan ketika sudah tidak lagi melaksanakan.

2 tahun ini kami hanya mendapat update kegiatan dan kondisi haji dari teman-teman yang masih berada di sana.

Akhir kata, bagi teman-teman yang melaksanakan haji semoga lancar, aman di perjalanan, doa-doa yang telah di panjatkan Maqbul serta menjadi haji yang Mabrur. Bagi teman-teman yang senasib dengan saya, jangan bersedih, kita masih bisa mengisi ibadah dengan berpuasa. Selamat berpuasa, semoga doa-doa dan harapan yang dipanjatkan dijabah Allah SWT. Aamin.

Seperti tulisan ini saya akhiri sampai disini. Mohon maaf atas tulisan yng masih amburadul. Maaf atas skill saya yang terbilang sangat biasa. Semoga teman-teman bisa membaca dan memahami dengan mudah. Ini  hanyalah bentuk gambaran kecil yang dapat saya bagikan. Semoga tergambarkan ya suasananya.
Mohon maaf atas segala keterbatasan saya :)

Catatan penting:
mu·kim n 1 orang yang tetap tinggal di Mekah (lebih dari satu masa haji); penduduk tetap; 2 tempat tinggal; kediaman; 3 daerah (dalam lingkungan suatu masjid); 4kawasan;
ber·mu·kim v bertempat tinggal; berdiam: banyak juga yang - di tempat itu;

Comments

Popular posts from this blog

MEMORI RAYA | 24 MEI 2020

RAYA KEDUA || 5 JUNI 2019

VACCINATED! | 02 JULI 2021