WABAH AGAR SEMBAH | 30 MARET 2020
Mungkin dari kita masih ingat apa yang pernah ditulis pada malam pergantian tahun, tiga bulan yang lalu.
Tentang apa saja yang akan kita capai di tahun ini.
Tentang rencana apa saja yang harus terealisasi.
Tentang seberapa optimis dan ambis kita menyambut pergantian resmi, 2019 menjadi 2020.
Hari ini kita mulai meragukan, begitu banyaknya hal-hal tidak terduga dengan masif berdatangan. Apakah mungkin dunia akan baik-baik saja pada bulan-bulan yang akan datang? atau justru semua semakin kacau?
Titik ini seperti membawaku mendayung kembali pada 2013 silam, hal yang sama pernah terjadi; Dejavu. Aktivitas dibatasi, semua kegiatan belajar-mengajar dialih istilah menjadi "belajar mandiri" tidak ada sekolah dan berkumpul bersua dengan teman-teman. Bedanya saat itu hanya aktivitas sekolahku saja yang ditiadakan, kali ini dalam sekala yang lebih besar, yaitu seluruh dunia.
Mengurung diri, yang bahasanya diperhalus dengan sebutan 'karantina'.
Siklusnya persis, senang dalam beberapa hari pertama. Mulai bingung di hari berikutnya. Bosan selanjutnya, dan mulai merutuki nasib akhirnya.
Untuk seorang Introvert, ini bukanlah persoalan berarti, toh selama ini memang lebih banyak menghabiskan waktu di kamar, sendiri. Tapi, beberapa hari ini aku tak banyak kegiatan sehingga banyak termenung dan berkhayal. Andai, masih seperti dulu. Betapa akan lebih membahagiakan, merayakan libur panjang ini dengan Ibu Ayah, dan saudara yang berkumpul dibawah atap yang sama. Sayang, saat ini harus berjarak dulu.
Untuk masing-masing menemukan yang dicari,
Masing-masing menyelesaikan kewajiban.
Merenung tentang kehidupan yang banyak berubah. Ternyata menjadi dewasa tidak semenyenangkan yang terekam dalam memori anak-anak. Menjadi dewasa bukanlah masa untuk bebas, justru semakin terikat.
Di masa seperti ini, kita terlalu fokus pada kesedihan sendiri. Sampai melewatkan kenyataan bahwa di luar sana banyak yang tidak seberuntung kita.
Ada yang memanfaatkan masa ini untuk kembali menjalin keakraban dengan keluarga.
Ada yang memilih untuk menuntaskan hobi yang sempat tertunda.
Ada yang berleha-leha saja untuk membayar istirahat yang sempat dijeda.
Semua adalah pilihan, bebas lakukan apa pun selama bertahan di balik dinding dirumah saja.
Namun, kenyataan yang tidak bisa kita sangkal adalah mereka yang kalang kabut "setelah hari ini, besok makan apa?"
Tidak berjualan, tidak ada yang bisa dimakan. Tidak bekerja, tidak bisa "yuk order saja"
Doa dan hormat terbaik dariku,
Untuk yang melawan takut mencari nafkah, Semoga dipermudah.
Untuk yang mengubur ego, menitipkan keluarga, garda depan tenaga medis dan semua yang terlibat, semoga selamat senantiasa sehat.
Untuk keluarga yang menanti di rumah, semoga ditegarkan dan dihapus cemas terhadap yang bersikeras tetap berdinas.
Untuk keluarga yang menanti di rumah, semoga ditegarkan dan dihapus cemas terhadap yang bersikeras tetap berdinas.
Sebagai insan yang berpikir, sepatutnya kita dengan bijak dan lapang dada mengambil hikmahnya.
Self-quarantine dan wabah virus ini mengingatkan kita untuk kembali kepada fitrah manusia sebagai hamba.
Sujud sembah untuk beberapa waktu lalu yang sempat lupa. Disibukkan dengan dunia, siang malam bergerak berlomba. Lengah bahwa Tuhan selalu terjaga mengawasi.
Self-quarantine menjadikan bumi kita semakin sehat (hopefully) dengan polusi udara yang berkurang. Yang selama ini mengeluh tidak bisa libur tenang, sekarang banyak waktu luang.
Jangan terlalu panik, perbanyak prasangka baik. Nanti setelah covid-19 reda dan semua pulih total baru lah menyusun rencana piknik. :)
Aku salah satu yang dengan tidak sabar sangar menunggu pandemik ini sirna dari muka bumi. Aku menunggu untuk bisa menulis lagi dalam kondisi yang berangsur sembuh, mencatat kesaksian dan cerita bahagia. menjadikan tulisan ini sebagai rekam jejak. Menerima berita baik bahwa pengorbanan kita bersama telah usai. Semua kembali bertebaran di muka bumi membagi gelak tawa.
Semangat, Stay Safe! :)
Comments
Post a Comment