NKCTHI | 9 JUNI 2020

Hai,

Ini tulisan random lagi. Mungkin berkali-kali saya menyebut tulisan saya sebagai sebuah hasil ke-random-an. Tapi jujur, ini adalah yang ter-random, the most random, udah superlative lah ibaratnya ini. mweheh 

Semua orang mungkin sudah menonton film yang pecah sekali, dan mendapatkan banyak pemuja dari beberapa bulan yang lalu. Siapapun, saya yakin pernah membahas atau sekedar mendengar tentang Awan dan Kale. 

Atau semua orang pernah menggunakan filter instagram yang isinya Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini

Atau mereka, pelajar yang iseng memodifikasi menjadi Nanti Kita Cerita Tentang Bolos Hari Ini. 

Atau Nanti-Nanti Terus kapan jadinya? 

Menjadi sebuah guyonan yang menyebar dari siapa ke siapa saja begitu cepatnya.

Ohiya btw, beberapa hari yang lalu saya kembali teringat tentang second child syndrome yang pernah saya kulik dan cari tahu sampai akar-akarnya. Ya, walaupun diagnosa sendiri tanpa bantuan tenaga ahli itu tidak pernah dibenarkan. 

Membaca apapun yang berbau psikologi, adalah menyenangkan walaupun niatnya sekedar untuk tahu saja. Sebenarnya ini tidak semata-mata datang begitu saja, tapi karena tweet Mas Kunto Aji tentang "anak tengah" yang yaaaa... sebenarnya tweet becandaan saja. Tapi ingatan saya seperti tersentil.

Jadi hubungannya apa tentang ingatan saya itu dengan yang akan saya bahas ini? Ada, setidaknya menurut saya. Haha.

Beberapa bulan yang lalu, sebelum corona se-semena-mena ini di muka bumi. Saya punya rencana, bilamana diberikan waktu luang yang panjang dari rutinitas kuliah, saya ingin menonton sebuah film. Film yang sudah saya taksir dari lama, saya tunggu-tunggu trailernya. Bahkan saat baru dibocorkan kalau buku ini akan di filmkan. Saat filmnya sudah legal ditayangkan, saya sangat menahan-nahan diri untuk tidak curang. Untuk tidak curi-curi dengar atau meminta dengan terang-terangan bocoran alur film ini.

Tapi kenyataannya begitu, tidak semua yang kita rencanakan bisa terlaksana sesuai yang kita bayangkan. Kini saya dan kita semua  terjebak, mengkarantina diri sudah hampir 3 bulan. Kalau menanam jagung, mungkin sudah bisa memetik dan menyantapnya dengan parutan keju dan susu. —eh

Semua urusan dan kejadian yang terjadi beberapa saat terakhir membuat saya lupa tentang rencana saya itu rupanya. Tapi hari ini, saya diingatkan lagi. Saya cari lah, dan ternyata salah satu aplikasi siaran film ternama sudah menayangkan film ini sejak 23 Mei lalu. "Kali ini ga boleh gagal" ucap saya dalam hati.

Akhirnya, malam ini hajat saya terpenuhi. Gila yah, orang-orang sudah merasakan sensasinya beberapa bulan lalu. Tapi saya baru sekarang bisa merasakan nikmatnya menyeka air mata karena terlalu dekat dengan cerita yang disajikan. 

Bukan di kursi empuk bioskop, tapi di ruang tamu di depan televisi dengan bantal guling. Tidak bersama seseorang yang spesial, tapi sendiri saja. Jangan salah, justru lebih nikmat jadinya karena semangkok mie kuah dan telur rebus. 

Kalian tahu tidak betapa nikmatnya telur rebus dengan sedikit kecap manis? Rasanya setelah ini jika ada yang bertanya makanan favorit saya apa, saya ingin menjawab telur rebus dan kecap manis. Tapi nggak ah, telur rebus lebih cocok jadi snack aja ga sih? Saya tidak pernah bisa jawab sih sebenarnya makanan favorit saya secara spesifik itu apa. Mungkin setelah ini, I'll figure it out.

Melenceng cukup jauh ya. Saya di kehidupan nyata juga tidak jauh berbeda. Dari membahas A bisa saja sampai pada Z lalu ke P Q R S T dan kembali lagi ke A.
Anyway, saya merasa NKCTHI seperti kisah keluarga saya yang diframe dengan sinematografi handal, dan pemeran yang jauh lebih menarik tentunya. Tapi juga dengan sebuah rahasia keluarga yang berbeda, yang menjadi klimaks permasalahan. Saya merasa berada di posisi Aurora tapi sedikit yang Awan rasakan juga saya rasakan.

Hidup sendiri, tidak dihargai, seperti tidak pernah 'ada' yang dirasakan Aurora, saya dibuat berkaca. Seperti sedang memperhatikan diri saya beberapa waktu silam. Tapi, diperlakukan dengan sangat protektif, ayah yang sangat menjaga hingga perasaan terkekang yang dirasakan Awan juga saya alami. Tidak lupa, dipertemukan dengan beberapa Kale yang hanya menjadi figuran dalam beberapa bagian kehidupan juga saya rasakan. Tapi dengan Kale yang berbeda tentunya. Saya sebut beberapa, karena memang tidak sekali. Sakitnya berkali-kali berakhir pada titik 'saling kenal saja ya'.

Karena tadi sudah beberapa kali menyebut tentang anak tengah dan syndrome anak tengah sebaiknya saya lanjutkan ya?

Ketika di usia yang lebih muda, tentu saya merasa  posisi saya sebagai anak tengah menjadi seperti ujian yang tidak ada ujung, seumur hidup. Ketidakberuntungan yang memihak pada saya adalah sesuatu yang saya kutuk habis-habisan. Menjadi anak tengah diantara dua anak laki-laki artinya saya siap untuk tidak mendapat cinta ibu seutuhnya. Dalam hal ini saya percaya secara naluriah ibu cenderung lebih menyayangi anak lelaki dan ayah cenderung lebih mencurahkan perhatian pada anak perempuannya.

Peran saya di tengah keluarga tidak jelas, semua samar-samar, sehingga apapun yang saya lakukan akan terlihat salah. Anak pertama adalah yang paling diandalkan. Anak bungsu yang kenyang dengan kasih sayang. Anak tengah, figuran yang ditinggalkan. Menjadi yang paling berbeda, terdorong dari keinginan untuk dianggap 'ada'.

Betul saja, setiap hari tidak pernah terlewat keributan yang bersumber dari saya dan ibu. Batu dihantam batu atau api bertemu api. Begitu kata orang. Saya selalu merasa ibu sangat memperhatikan abang dan adik lelaki saya. Semua tugas rumah dilimpahkan pada saya, dan mereka dimanjakan dengan kebebasan dan keleluasaan memerintah. Suara saya tidak pernah didengar, saya hanya sebatas patung bernyawa yang tidak hidup.

Semua kondisi mental anak tengah yang saya baca di beberapa artikel di internet, seperti secara pribadi menceritakan yang saya alami. Saya sering menyalahkan cara orang tua dalam membesarkan kami. Saya sering menuntut karena ketidakadilan yang mereka lakukan.

Namun ketika dianugerahi dengan usia yang bertambah dan juga bijaksana, saya melihat kemalangan itu sebagai sebuah anugerah. Sebagai sebuah kesempatan yang Tuhan berikan agar saya terus berpikir dan mencari manfaat didalamnya.

Saya menganggap bahwa saya harus menjadi lebih mandiri dari abang saya dan harus lebih unggul daripada adik saya. Kondisi ini membentuk pribadi saya yang tidak ingin terkalahkan, mudah putus asa, dan emosional ketika apa yang saya harapkan tidak berjalan sesuai yang saya bayangkan. Namun dengan terbiasa tidak didengarkan, saya banyak belajar tentang mengalah, tentang mementingkan hak yang lebih tua, juga mendahulukan hak yang lebih muda. Sampai-sampai saya lupa, kapan saatnya mendahulukan diri sendiri. 

Saya juga belajar untuk memiliki kepribadian yang melebur dan diantara. Yakni menjadi tegas layaknya seorang kakak, serta menjadi pendengar yang baik dan si penurut sebagaimana seharusnya adik bersikap terhadap kakaknya, dalam satu waktu.

Dari beragam rasa sedih dan keterbatasan bersuara, saya belajar menulis. Saya belajar mencurahkan perasaan melalui tulisan. Yang mana hal ini kini saya syukuri.

Kesedihan mengajarkan saya untuk lebih peka pada kesedihan yang dialami orang lain. Saya tidak ingin tercipta jiwa-jiwa baru yang merasakan harus menangis sendiri tanpa punya tempat bersandar, tanpa punya tempat untuk sekedar beristirahat serupa dengan saya.

Menjadi anak tengah, saya menanam mindset bahwa saya harus menjadi pembawa perubahan dan sebagai penengah dalam persoalan. Posisi saya menguntungkan, saya paham betul rasanya menjadi kakak dan adik sekaligus.

Yang terpenting adalah, saya tidak berekspektasi banyak dalam hidup. Saya tidak ingin dikecewakan oleh ekspektasi sendiri, karena saya tahu tidak semua orang akan memperlakukan saya seperti yang saya mau. Dewasa ini saya juga mendidik diri sendiri untuk berdamai dengan kesedihan.

Banyak kesulitan dan keluhan yang kini satu persatu saya bedah makna tersiratnya. Saya belajar dan bersyukur. Dari sini pula saya akhirnya mencetuskan motto kehidupan bahwa hakikatnya saya adalah seorang pelajar tanpa henti dan tapi. Perjalanan hidup saya adalah pelajaran, segala sesuatu memiliki inti yang harus saya temukan.

Ini adalah sebuah keberuntungan. Saya pembelajar yang selalu mencari cara serta alasan untuk tetap bersyukur.

Kembali pada topik NKCTHI, secara keseluruhan film ini bagus sekali. Pemilihan lagunya pun juga saya puji-puji. Sekalipun ini terbilang terlambat, namun saya masih dapat merasakan pesan yang ingin disampaikan. Entah berapa kali saya menghapus airmata. 

Dahlah, ini sudah pagi. Saya sudah harus meredakan mata bengkak ini sebelum matahari muncul. Malu sama matahari.

Nanti saya ceritakan tentang hari ini, Sekian. (?)



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

MEMORI RAYA | 24 MEI 2020

RAYA KEDUA || 5 JUNI 2019

VACCINATED! | 02 JULI 2021