KDMI 2021 | 06 APRIL 2021

 

—saya menang dan berhasil mengalahkan ego saya sendiri.

 

Judulnya mengawali April 2021 dengan sesuatu yang mendebarkan, ‘secara tidak sengaja’. Padahal bulan lalu saya sempat berjanji pada diri sendiri untuk lebih banyak bersyukur dan mengurangi beban pikiran di bulan yang akan datang —April. Tapi apa daya, Tuhan punya rencana-rencana yang tidak terpikir oleh saya. Pada suatu siang dengan pikiran kosong, saya membuka group chat organisasi di whatsapp, karena bunyinya cukup bising dan mengalihkan perhatian saya yang sedang asyik mengawang-awang dalam lamunan sendiri. “oh, ada lomba debat” batin saya. setelah beberapa menit berlalu topiknya tidak kunjung beralih, rupanya mereka membutuhkan anggota yang bersukarela mengajukan diri untuk menjadi peserta lomba. Saya tidak terpikir apapun, awalnya, karena memang tidak tertarik. Lagipula saya punya rekam memori yang kurang mengenakkan dengan lomba semacam ini.

Entah angin apa yang membuat saya goyah, tiba-tiba saya menghampiri ibu dan meminta pertimbangan beliau, “ikut atau tidak ya?” gumam saya. tanpa saya perkirakan reaksi beliau sangat antusias dan mendukung saya “kesempatan tidak datang dua kali, kamu akan belajar sesuatu”. Dengan gemetar saya mencoba mengetik nama saya pada daftar peserta, masih dengan kesadaran di bawah 20%. Satu detik setelah pesan terkirim, saya menyesal. Tidak pernah sebelumnya saya menyesal secepat ini. Tidak habis pikir dengan keimpulsifan saya sendiri. Dalam hati saya berusaha menenangkan diri, toh lombanya online juga, tidak mengharuskan saya bertemu banyak orang. Hitung-hitung mengisi kekosongan. Tidak, rupanya plot twist. Beberapa jam kemudian saya tahu bahwa lombanya akan diadakan secara offline yang mana saya harus hadir di tempat, dan dalam waktu 2 hari kedepan akan diadakan technical meeting. Terbayang ya, betapa besar penyesalan saya, betapa sering saya mengutuk diri sendiri.

Selamat datang malam-malam tanpa ketenangan. Dalam rangka menghibur diri, saya selalu berusaha mengingatkan diri sendiri bahwa tujuan saya bukan semata-mata untuk membawa kemenangan. Sadar betul kemampuan saya tidak sejauh itu, maka selain mempersiapkan materi untuk perlombaan saya juga mempersiapkan diri for the worst possibility and scenario that might gonna happen. Kecewa dan malu. Saya berusaha set expectation se rendah mungkin, tapI tetap saja jiwa perfectionist saya meminta saya untuk selalu berusaha lebih, meskipun hasil akhir memang kembali pada Tuhan yang menentukan.

Terhitung 3 kali total pertemuan virtual dengan teman-teman satu tim dalam rangka persiapan dan menyamakan pikir. Mempelajari mosi debat yang akan kami hadapi. Tanpa dampingan siapapun, namun sebisa mungkin kami meminta masukkan dari banyak orang yang kami anggap mampu memberikan koreksi dan solusi. Kami belajar bernegosiasi, menemukan argumen yang paling tepat dari tiga kepala yang berbeda. Meskipun tanpa dipungkiri lebih banyak kami mempertahankan ego masing-masing dan argumen sendiri. Dari sini saya kembali belajar untuk  mencari jalan tengah untuk setiap ‘tidak setuju’ ataupun masalah-masalah yang menjadi kendala keberlangsungan latihan kami.

Minggu, 4 April saya dengan semua yang serba kurang dan seada-adanya meyakinkan diri untuk “yaudah jalanin aja”. Satu malam sebelum perlombaan, rasa gugup saya sedang berada dipuncak tertingginya. Tidak nafsu makan, gemetar, sakit kepala, semua terasa salah. Biasanya saya dengan senang hati tidak tidur malam hari, kali ini cemas dan gelisah kenapa mata tak terpejam sampai pukul 3 pagi.

Pagi-pagi saya hilang nyali, terlebih ketika membuka whatsapp saya dapati beberapa pesan dari teman-teman yang menyemangati, di lain sisi saya merasa terbantu, tapi selebihnya menjadi beban bagi saya, saya takut ekspektasi mereka tidak bisa saya penuhi. but this one friend of mine yang juga merupakan ketua hima prodi saya, kehadirannya sangat membantu saya secara emosional. “pasti bisa kok” ucapan-ucapan meyakinkan seperti ini sangat dibutuhkan ternyata teman-teman sekalian. He is so thoughtful, menjemput saya di pagi itu, menawarkan sarapan, dan meyakinkan saya bahwa saya bisa melewati ini. Terima kasih sebanyak-banyaknya dan sebesar pohon sequoia kalau perlu terlihat.

Gemetar sekali rasanya saat saya menjadi pembicara ke-3, sayang seribu sayang perkataan dan argumen yang saya lontarkan keluar dari jalur karena saya gugup betul. Setelah kembali ke tempat semula, diri ini seperti tak henti berdebat di dalam kepala antara no you did the best that u can, tapi di satu sisi menyalahkan, u can do better or someone else must deserve my place better and will give a better result, im a failure.

Tapi mereka —teman-teman saya— selalu tenangkan, Kimi’s word that she said she was proud of me works like magic. Menurunkan rasa bersalah saya yang terus-terusan menyalahkan diri sendiri padalah saat dalam kondisi sadar saya paham tidak semua hal bisa saya kendalikan, dan tidak selalu saya harus menjadi sempurna.

Satu hal penting yang saya pelajari adalah, saya belum mampu berpikir dalam atau dibawah tekanan. Hal ini membuat saya sadar, saya perlu belajar lebih banyak tentang problem solving dan menghadapi anxiety attack dalam keadaan genting. The more you know, the more you realize you don't know anything. Saya menjadi tahu, performa saya jauh lebih baik ketika menjadi orang di belakang yang memberikan masukan ketimbang menjadi orang di depan yang berhadapan langsung dengan banyak orang.

Meskipun saya pulang tidak membawa kabar baik, tapi satu hal berharga yang saya dapatkan untuk pengembangan diri, tujuan saya mengikuti kompetisi kali ini membelok sedikit, yakni untuk menjinakkan gengsi dan ego sendiri.

Dan terakhir, saya menambah satu hal dalam daftar keinginan setelah kejadian hari ini. Saya ingin, ketika memiliki anak nanti, saya bisa menjadi orangtua yang supportive seperti yang ibu saya lakukan, saya ingin menjadi ibu yang antusiasnya besar jika itu mengenai pengembangan diri anaknya. Tidak berbeda dengan kebanyakan orang tua di luar sana, yang mengusahakan hal terbaik untuk anaknya. Tapi satu yang membedakan, saya tidak mau mereka memiliki mental selemah saya dan hobi menyalahkan diri sendiri seperti yang sering saya lakukan, mereka harus menjadi orang-orang yang optimis.

Anyway, They —my friends dan semua orang yang terlibat dan memberikan saya support— might not gonna see this, but I do appreciate their kindness. Apapun hal baik yang bisa saya lakukan untuk membalas budi kebaikan mereka, akan saya lakukan, sungguh.

Versi dramatisnya, dengan berjalannya waktu, I might get older and I’ll lose my memories about a lot of things, people’s names, important dates and so on. By writing this, I’m trying to keep the memories to stay forever. 😊

Terima kasih aku, dan semua yang ikut andil 😊

 

 

Comments

Popular posts from this blog

MEMORI RAYA | 24 MEI 2020

RAYA KEDUA || 5 JUNI 2019

VACCINATED! | 02 JULI 2021